Senin, 30 Juni 2014

HUKUM GHIBAH DAN NAMIMAH BAGI YANG BERPUASA

�� FATAWA RINGKAS
SEPUTAR PUASA��

Bersama: Syaikhuna Abdurahman Al 'Adeni --hafizhahullah--

��bagian ketigabelas��

HUKUM GHIBAH DAN NAMIMAH BAGI ORANG YANG BERPUASA
DAN HUKUM MANDI DI SIANG HARI PADA BULAN RAMADHAN��

. Apakah ghibah (menggunjing) dan namimah (adu domba) membatalkan puasa?

Jawab: Terjadi perbedaan pendapat dikalangan para ulama, namun pendapat yang kuat bahwa hal tersebut tidak membatalkan puasa. Ini adalah pendapat Jumhur ulama. Adapun hadits Abu Hurairah, bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:

«مَنْ لَمْ يَدَعْ قَوْلَ الزُّورِ وَالعَمَلَ بِهِ، فَلَيْسَ لِلَّهِ حَاجَةٌ فِي أَنْ يَدَعَ طَعَامَهُ وَشَرَابَهُ»

"Barangsiapa yang tidak meninggalkan ucapan keji dan berbuat keji, maka Allah tidak butuh perbuatan dia meninggalkan makan dan minumnya." [HR. Al Bukhari]

�� Ini adalah perbuatan yang haram,  baik dalam keadaan berpuasa maupun tidak berpuasa, hal ini bisa mengurangi pahala puasanya, namun tidak sampai membatalkan puasa.

. Hukum mandi di siang hari di bulan Ramadhan?

Jawab: Hal tersebut boleh-boleh saja, ini adalah pendapat Jumhur ulama. Dalil mereka hadits Abu Bakr bin 'Abdurahman dari salah seorang shahabat Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, ia berkata:

«رَأَيْتُ النَّبِيَّ - صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ - يَصُبُّ الْمَاءَ عَلَى رَأْسِهِ مِنْ الْحَرِّ وَهُوَ صَائِمٌ».

"Saya telah melihat Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam menyiramkan air pada kepalanya karena panas dan beliau dalam keadaan berpuasa." [HR. Ahmad dan Abu Dawud]

�� Sanad hadits ini shahih, dishahihkan oleh Syaikh Al Albani dalam Shahih Sunan Abi Dawud.

وَبَلَّ ابْنُ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا ثَوْبًا، فَأَلْقَاهُ عَلَيْهِ وَهُوَ صَائِمٌ

"Ibnu 'Umar membasahi pakaiannya, kemudian memakainya dalam keadaan berpuasa." [HR. Al Bukhari secara Mu'allaq]

Demikian pula Asy Sya'bi masuk ke pemandian air panas dalam keadaan berpuasa. [HR. Al Bukhari secara Mu'allaq]

. Hukum berkumur-kumur untuk menghilangkan rasa haus di siang hari pada bulan Ramadhan?

Jawab: Boleh-boleh saja, hal ini telah dilakukan pula oleh Al Hasan Al Bashri, ia berkata:

لاَ بَأْسَ بِالْمَضْمَضَةِ، وَالتَّبَرُّدِ لِلصَّائِمِ

"Tidak mengapa berkumur-kumur dan mendinginkan badan untuk orang yang berpuasa." [HR. Al Bukhari Mu'alaq]

WALLOHU A'LAM BISH SHOWAAB

✏ Ditulis oleh Abu 'Ubaidah Iqbal bin Damiri Al Jawi, 27 Syakban 1435/25 Juni 2014_di Darul Hadits Al Fiyusy_Harasahallah.

~•~•~•~•~•~•~•~•~•~•~•~
 WA. FORUM KIS

Minggu, 29 Juni 2014

HUKUM SEPUTAR PUASA 2

�� FATAWA RINGKAS
SEPUTAR PUASA��

Bersama: Syaikhuna Abdurahman Al 'Adeni --hafizhahullah--

��bagian keduabelas��

SALAH DALAM PERKIRAAN DAN
HUKUM INFUS DAN OBAT SEMPROT ASMA

. Seorang masih terus makan sahur karena menyangka matahari belum terbit, padahal matahari telah terbit atau seseorang segera berbuka puasa karena menyangka matahari telah terbenam, padahal belum terbenam, bagaimana hukum puasanya?

Jawab: Terjadi perbedaan pendapat dikalangan ulama, namun pendapat yang kuat adalah puasanya tetap sah, tidak ada kewajiban baginya untuk mengqadha karena kesalahan tersebut terjadi bukan atas kesengajaan. Ini adalah pendapat 'Athaa, 'Urwah, Mujahid, Al Hasan, Ahmad dalam salah satu riwayatnya, Ishaq, Zhahiriyah. Pendapat ini dipilih oleh Ibnu Khuzaimah dan Syaikhul Islam.

Dalil mereka keumuman firman Allah ta'ala:

{رَبَّنَا لَا تُؤَاخِذْنَا إِنْ نَسِينَا أَوْ أَخْطَأْنَا}

"Ya Tuhan kami, janganlah Engkau hukum kami jika kami lupa atau kami tersalah." [QS. Al Baqarah: 286]

{وَلَيْسَ عَلَيْكُمْ جُنَاحٌ فِيمَا أَخْطَأْتُمْ بِهِ وَلَكِنْ مَا تَعَمَّدَتْ قُلُوبُكُمْ وَكَانَ اللَّهُ غَفُورًا رَحِيمًا}

"Dan tidak ada dosa atasmu terhadap apa yang kamu khilaf padanya, tetapi (yang ada dosanya) apa yang disengaja oleh hatimu. Dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang." [QS. Al Ahzab:5]

Dan juga hadits Asma' bintu Abi Bakr radhiyallahu 'anhuma, ia berkata;

«أَفْطَرْنَا عَلَى عَهْدِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَوْمَ غَيْمٍ، ثُمَّ طَلَعَتِ الشَّمْسُ» قِيلَ لِهِشَامٍ: فَأُمِرُوا بِالقَضَاءِ؟ قَالَ: «لاَ بُدَّ مِنْ قَضَاءٍ» وَقَالَ مَعْمَرٌ: سَمِعْتُ هِشَامًا لاَ أَدْرِي أَقَضَوْا أَمْ لاَ.

"Kami pernah berbuka puasa pada zaman Nabi shallallahu 'alaihi wasallam ketika hari mendung, ternyata kemudian matahari tampak kembali. Hisyam (perawi hadits-pent) ditanya (oleh Abu Usamah-pent): "Apakah mereka diperintahkan untuk mengqadla?" dia menjawab, "Itu sudah kewajiban mereka." Dan (adapun) Ma'mar berkata, aku mendengar Hisyam berkata: "Aku tidak tahu apakah mereka kemudian mengqadha'nya atau tidak". [HR. Al Bukhari]

�� Dari hadits ini, kalau seandainya mereka mengqadha niscaya akan ternukilkan kepada kita. Karena tidak ternukilkan, maka hukum asal tidak ada kewajiban mengqadha.

Dan juga hadits Sahl bin Sa'ad radhiyallahu 'anhu, ia berkata;

لَمَّا نَزَلَتْ هَذِهِ الْآيَةُ: {وَكُلُوا وَاشْرَبُوا حَتَّى يَتَبَيَّنَ لَكُمُ الْخَيْطُ الْأَبْيَضُ مِنَ الْخَيْطِ الْأَسْوَدِ} [البقرة: 187] قَالَ: " فَكَانَ الرَّجُلُ إِذَا أَرَادَ الصَّوْمَ، رَبَطَ أَحَدُهُمْ فِي رِجْلَيْهِ الْخَيْطَ الْأَسْوَدَ وَالْخَيْطَ الْأَبْيَضَ، فَلَا يَزَالُ يَأْكُلُ وَيَشْرَبُ حَتَّى يَتَبَيَّنَ لَهُ رِئْيُهُمَا فَأَنْزَلَ اللهُ بَعْدَ ذَلِكَ: {مِنَ الْفَجْرِ} [البقرة: 187] فَعَلِمُوا أَنَّمَا يَعْنِي بِذَلِكَ اللَّيْلَ وَالنَّهَارَ "

"Ketika turun ayat; "…dan makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam…" ia berkata; Ada seorang lelaki ketika ia hendak berpuasa, ia mengambil satu benang berwarna hitam dan satu benang lagi berwarna putih, lalu ia terus makan (sahur) sampai keduanya terlihat jelas. Maka Allah 'Azza wa Jalla pun menurunkan ayat; "MINAL FAJR (yaitu fajar)." Maka mereka pun mengetahui, bahwa yang dimaksud adalah kegelapan malam dan cahaya siang. [Muttafaqun 'alaihi]

�� Disini, para shahabat salah dalam memahami ayat tersebut, sehingga terus makan dan minum, namun mereka tidak diperintahkan untuk mengqadha puasanya.

. Apakah infus masuk dalam katagori pembatal puasa?

Jawab: Iya, infus termasuk dalam katagori pembatal puasa karena dia merupakan pengganti makanan bagi orang sakit. Adapun obat suntik karena demam atau sakit yang lainnya maka tidak termasuk pembatal puasa.

. Apakah obat semprot untuk asma masuk dalam katagori pembatal puasa?

Jawab: Tidak, dia tidak membatalkan puasa karena obat tersebut ibarat gas yang hanya masuk ke paru-paru, tidak sampai ke lambung. Namun meskipun demikian, lebih baik dihindari pemakaiannya di siang hari pada bulan Ramadhan.

 WALLOHU A'LAM BISH SHOWAAB

✏ Ditulis oleh Abu 'Ubaidah Iqbal bin Damiri Al Jawi, 27 Syakban 1435/25 Juni 2014_di Darul Hadits Al Fiyusy_Harasahallah.

~•~•~•~•~•~•~•~•~•~•~•~
 WA. FORUM KIS

PUASA BUKAN UNTUK MENYUSAHKAN





Sabtu, 28 Juni 2014

MAKAN MINUM SENGAJA KETIKA PUASA

�� FATAWA RINGKAS
SEPUTAR PUASA��

Bersama: Syaikhuna Abdurahman Al 'Adeni --hafizhahullah--

��bagian kesebelas��

�� MAKAN DAN MINUM KARENA SENGAJA 

. Apa hukumnya untuk orang yang berbuka puasa dengan sengaja, tanpa adanya udzur (alasan) syar'i?

Jawab: Para ulama berbeda pendapat dalam masalah ini, namun pendapat yang kuat dan terpilih tidak wajib baginya mengqadha, tetapi wajib baginya bertaubat dan beristighfar. Ini adalah pendapat yang dipilih oleh Ibnu Hazem, Syaikhul Islam, Syaikh Al Albani dan Syaikh Muqbil rahimahumullah. Karena tidak ada dalil yang mewajibkan baginya mengqadha.

 Peringatan:

Ibnu Hazem mengecualikan orang yang muntah dengan sengaja, adapun Syaikh Al Albani mengecualikan orang yang muntah dengan sengaja dan orang jimak siang hari pada bulan Ramadhan dengan sengaja, maka wajib baginya mengqadha.

��Telah lewat bahwa pendapat yang kuat bahwa muntah, baik sengaja maupun tidak sengaja tidak membatalkan puasa. Adapun masalah jimak akan datang insya Allah permasalahan seputar ini pada pembahasannya secara khusus.

. Jika orang yang makan atau minum dengan sengaja tidak wajib baginya mengqadha, apakah wajib baginya membayar kafarah?

Jawab: Pendapat yang kuat dan terpilih adalah pendapat Jumhur ulama, bahwa tidak ada kewajiban baginya membayar kafarah, disebabkan tidak adanya dalil yang menunjukan hal tersebut.

. Jika ada orang yang makan kayu, tanah atau batu, apakah puasanya batal?

Jawab: Terjadi perbedaan pendapat dalam masalah ini, namun pendapat yang kuat dan terpilih bahwa hal tersebut tetap membatalkan puasa dengan keumuman dalil-dalil yang ada. Ini adalah pendapat Jumhur ulama.

 WALLOHU A'LAM BISH SHOWAAB

✏ Ditulis oleh Abu 'Ubaidah Iqbal bin Damiri Al Jawi, 27 Syakban 1435/25 Juni 2014_di Darul Hadits Al Fiyusy_Harasahallah.

~•~•~•~•~•~•~•~•~•~•~•~
 WA. FORUM KIS

Jumat, 27 Juni 2014

HUKUM SEPUTAR PUASA

�� FATAWA RINGKAS
SEPUTAR PUASA��

Bersama: Syaikhuna Abdurahman Al 'Adeni --hafizhahullah--

��bagian kesepuluh��

⛔ MAKAN DAN MINUM KARENA LUPA ATAU TIDAK SENGAJA

. Hukum makan, minum dan jimak di siang hari pada bulan Ramadhan?

Jawab: Makan, minum dan jimak merupakan pembatal puasa. Perkara ini telah disepakati oleh seluruh para ulama. Yang dimaksud dengan makan dan minum disini jika sampai masuk ke tenggorokan.

{فَالْآنَ بَاشِرُوهُنَّ وَابْتَغُوا مَا كَتَبَ اللَّهُ لَكُمْ وَكُلُوا وَاشْرَبُوا حَتَّى يَتَبَيَّنَ لَكُمُ الْخَيْطُ الْأَبْيَضُ مِنَ الْخَيْطِ الْأَسْوَدِ مِنَ الْفَجْرِ ثُمَّ أَتِمُّوا الصِّيَامَ إِلَى اللَّيْلِ}

"Maka sekarang campurilah mereka dan ikutilah apa yang telah ditetapkan Allah untukmu, dan makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu fajar. Kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai (datang) malam." [QS. Al Baqarah: 187]

�� Adapun sekedar mencicipi makanan atau minuman maka hal ini tidak membatalkan puasa. Namun setelah mencicipinya hendaknya dikeluarkan dan berkumur-kumur, agar tidak ada bekas makanan atau minuman yang menempel di lidah.

. Apakah hukum makan atau minum karena lupa di siang hari pada bulan Ramadhan?

Jawab: Tidak mengapa, tidak ada kewajiban apapun baginya, baik mengqadha maupun kafaroh. Yang wajib bagi dia adalah melanjutkan kembali puasanya. Ini adalah pendapat Jumhur ulama. Dalil mereka keumuman firman Allah:

{رَبَّنَا لَا تُؤَاخِذْنَا إِنْ نَسِينَا أَوْ أَخْطَأْنَا}

"Ya Tuhan kami, janganlah Engkau hukum kami jika kami lupa atau kami tersalah." [QS. Al Baqarah: 286]

{وَلَيْسَ عَلَيْكُمْ جُنَاحٌ فِيمَا أَخْطَأْتُمْ بِهِ وَلَكِنْ مَا تَعَمَّدَتْ قُلُوبُكُمْ وَكَانَ اللَّهُ غَفُورًا رَحِيمًا}

"Dan tidak ada dosa atasmu terhadap apa yang kamu khilaf padanya, tetapi (yang ada dosanya) apa yang disengaja oleh hatimu. Dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang." [QS. Al Ahzab:5]

Dan juga hadits Abu Hurairah, bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda;

«مَنْ نَسِيَ وَهُوَ صَائِمٌ، فَأَكَلَ أَوْ شَرِبَ، فَلْيُتِمَّ صَوْمَهُ، فَإِنَّمَا أَطْعَمَهُ اللهُ وَسَقَاهُ»

"Barangsiapa yang makan dan minum karena lupa, sedangkan ia sedang berpuasa, maka hendaklah diteruskannya puasanya itu, karena Allah telah memberinya makan dan minum." [HR. Al Bukhari - Muslim]

Dan hadits Ibnu 'Abbas, bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:

«إِنَّ اللَّهَ تَجَاوَزَ عَنْ أُمَّتِي الْخَطَأَ وَالنِّسْيَانَ وَمَا اسْتُكْرِهُوا عَلَيْهِ»

"Sesungguhnya Allah memaafkan dari umatku sesuatu yang dilakukan karena salah, lupa dan sesuatu yang dipaksakan kepadanya." [HR. Ibnu Majah dan Al Baihaqi, dishahihkan Syaikh Al Albani]

Demikian pula orang yang melakukan kesalahan tanpa disengaja, seperti ketika istinsyaq ternyata air tersentak masuk ke dalam, ketika membaca Al Qur'an tiba-tiba lalat masuk ke mulutnya dan tertelan atau seseorang menyelam untuk mengambil sesuatu kemudian tiba-tiba mimun air. Semua ini dibangun diatas ketidaksengajaan, maka tidak ada kewajiban atasnya mengqadha.

 WALLOHU A'LAM BISH SHOWAAB

✏ Ditulis oleh Abu 'Ubaidah Iqbal bin Damiri Al Jawi, 27 Syakban 1435/25 Juni 2014_di Darul Hadits Al Fiyusy_Harasahallah.

~•~•~•~•~•~•~•~•~•~•~•~
 WA. FORUM KIS

Kamis, 26 Juni 2014

BEBERAPA HUKUM SAAT PUASA

�� FATAWA RINGKAS
SEPUTAR PUASA��

Bersama: Syaikhuna Abdurahman Al 'Adeni --hafizhahullah--

��bagian kesembilan��

��HUKUM MUNTAH, MEMAKAI CELAK, OBAT TETES MATA DAN HIDUNG SAAT BERPUASA

. Apakah muntah membatalkan puasa?

Jawab: Terjadi perbedaan pendapat dikalangan para ulama. Adapun pendapat yang kuat dan terpilih dalam masalah ini bahwa muntah tidak membatalkan puasa, baik muntahnya disengaja maupun tidak sengaja. Pendapat ini diriwayatkan dari Ibnu Mas'ud, Ibnu 'Abbas, Thaawus, Ikrimah, Rabi'ah dan salah satu riwayat dari Imam Malik. Pendapat ini dipilih oleh Al Imam Al Bukhari.

��Dalil mereka, karena tidak ada dalil yang shahih yang menunjukan bahwa muntah dapat membatalkan puasa.

�� Adapun hadits Abu Hurairah;

«مَنْ ذَرَعَهُ الْقَيْءُ فَلَيْسَ عَلَيْهِ قَضَاءٌ، وَمَنْ اسْتَقَاءَ عَمْدًا فَلْيَقْضِ»

"Barangsiapa muntah dengan tidak sengaja maka ia tidak harus mengqadha` dan barangsiapa (muntah dengan) sengaja maka hendaknya ia mengqadha`." [HR. Ahmad dan Ashabus Sunan]

 Hadits ini dilemahkan oleh Ahmad, Al Bukhari, At Tirmidzi dan yang lainnya. Berkata Syaikhul Islam dalam Majmu' Fatawa: "Hadits ini tidaklah shahih disisi sebagian para ulama, bahkan mereka mengatakan bahwa hadits ini dari perkataan Abu Hurairah."

. Apakah celak membatalkan puasa?

Jawab: Dalam masalah ini juga terjadi perbedaan pendapat di kalangan para ulama, namun pendapat yang kuat dan terpilih bahwa memakai celak boleh-boleh saja, tidak dilarang sedikit pun, baik terasa celaknya ditenggorokan maupun tidak. Pendapat ini diriwayatkan dari Ibnu 'Umar, Anas, Ibnu Abi Aufa, 'Athaa, Al Hasan Al Bashri, An Nakha'i, Al Auzaa'i, Abu hanifah, Abu Tsaur, Madzhab Syafi'iyah, dan Azh Zhahiriyah. Sebagian ulama mengatakan bahwa ini pendapat Jumhur ulama.

. Apakah obat tetes mata dan tetes telinga membatalkan puasa?

Jawab: Obat tetes mata tidak membatalkan puasa, meskipun terasa obatnya ditenggorokan, karena tidak ada dalil yang menunjukan bahwa hal tersebut membatalkan puasa. Kedua, karena mata bukan termasuk saluran masuknya makan dan minum. Demikian pula obat tetes telinga, tidak mengapa, meskipun terasa obatnya ditenggorokan.

. Apakah obat tetes hidung membatalkan puasa?

Jawab: Adapun tetes hidung maka hal ini bisa membatalkan puasa jika obatnya sampai masuk ke tenggorokan, karena hidung termasuk saluran masuknya makan dan minum. Oleh karena itu, Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:

«وَبَالِغْ فِي الِاسْتِنْشَاقِ إلَّا أَنْ تَكُونَ صَائِمًا»

"dan bersungguh-sungguhlah dalam beristinsyaq kecuali jika kamu sedang berpuasa." [HR. Abu Dawud, dishahihkan Syaikh Al Albani dan Syaikh Muqbil]

 WALLOHU A'LAM BISH SHOWAAB

✏ Ditulis oleh Abu 'Ubaidah Iqbal bin Damiri Al Jawi, 26 Syakban 1435/24 Juni 2014_di Darul Hadits Al Fiyusy_Harasahallah.

~•~•~•~•~•~•~•~•~•~•~•~
 WA. FORUM KIS

Rabu, 25 Juni 2014

HAL YANG MEMBATALKAN PUASA

�� FATAWA RINGKAS
SEPUTAR PUASA��

Bersama: Syaikhuna Abdurahman Al 'Adeni --hafizhahullah--

��bagian kedelapan��

⛔ HAL-HAL YANG MEMBATALKAN PUASA 

��HIJAMAH 

. Apakah hijamah (bekam) membatalkan puasa?

Jawab: Para ulama berbeda pendapat dalam masalah ini, namun pendapat yang kuat dan terpilih bahwa hijamah/bekam membatalkan puasa, yaitu wajib bagi tukang bekam dan yang dibekam mengqadha puasanya. Ini adalah pendapat Jama'ah dari para shahabat, At Tabi'in, Al Auza'i, Ahmad, Ishaq, Abdurahman bin Mahdi, Ibnul Mundzir, Ibnul Khuzaimah, Abu Tsaur dan Ibnu Hibban. Pendapat ini dipilih pula oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dan Ibnul Qayyim.

��Dalil mereka sabda Nabi shallallahu 'alaihi wasallam:

«أَفْطَرَ الْحَاجِمُ وَالْمَحْجُومُ»

"Orang yang membekam dan yang dibekam telah batal puasanya." [HR. Ahmad dan Ashabus Sunan, dishahihkan Syaikh Al Albani dan Syaikh Muqbil]

�� Hadits ini diriwayatkan secara Marfu' dari 14 shahabat, seperti Rafi' bin Khadiij, Tsauban, Syadad bin Aus, Abu Hurairah, 'Aisyah, Bilal, Usamah bin Zaid, Ma'qil bin Sinan, Ali bin Abi Thalib, Sa'ad bin Abi Waqash, Abu Zaid Al Anshari, Abu Musa Al Asy'ari, Ibnu 'Abbas dan Ibnu 'Umar.

Sungguh hadits ini telah dishahihkan oleh sejumlah ulama, seperti Imam Ahmad, Ishaq, Ibnul Madini, Ibrahim Al Harbi, Utsman Ad Darimi, Al Bukhari, Ibnul Mundzir dan yang lainnya.

. Apakah alasan tukang bekam dan yang dibekam batal puasanya?

Jawab: Karena bekam itu menyebabkan kelemahan dan menghabiskan tenaga orang yang dibekam. Adapun terkait dengan yang membekam, karena dikuatirkan ketika dia menyedot darah yang dibekam akan masuk sesuatu dari darah bekam ke lambung.

. Jika tukang bekam menggunakan alat modern, sehingga tidak perlu menyentuh darah bekam, apalagi sampai meminumnya, apakah tukang bekam tersebut tetap batal puasanya?

Jawab: Pendapat yang kuat adalah apa yang dipilih oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dalam Majmu' Fatawa dan Ibnul Qayyim dalam kitab Tahdzib As Sunan, bahwa jika tukang bekam dapat menggunakan suatu alat yang tidak bersentuhan dengan darah, tidak menyedotnya dengan tanduk, maka tidak batal puasanya. Karena sabda Nabi shallallahu 'alaihi wasallam berkaitan dengan tukang bekam yang menyedot darah dengan tanduk.

. Apakah donor darah masuk dalah hukum hijamah?

Jawab: Donor darah secara hukum dan makna masuk dalam hukum hijamah, yaitu membatalkan puasa. Adapun jika sekedar periksa darah maka tidak masuk dalam makna hijamah.

. Apakah darah yang keluar banyak disebabkan karena mimisan atau luka karena menginjak kaca atau kecelakaan membatalkan puasa?

Jawab: Hal tersebut tidak membatalkan puasa, meskipun darah yang keluar banyak, karena darah tersebut keluar bukan karena keinginannya.

 WALLOHU A'LAM BISH SHOWAAB

✏ Ditulis oleh Abu 'Ubaidah Iqbal bin Damiri Al Jawi, 25 Syakban 1435/23 Juni 2014_di Darul Hadits Al Fiyusy_Harasahallah.

~•~•~•~•~•~•~•~•~•~•~•~
 WA. FORUM KIS

Selasa, 24 Juni 2014

BERITA AWAL RAMADHAN

�� FATAWA RINGKAS
SEPUTAR PUASA��

Bersama: Syaikhuna Abdurahman Al 'Adeni --hafizhahullah--

��bagian ketujuh��

⌚ TERLAMBAT MENDAPATKAN BERITA MASUKNYA BULAN RAMADHAN 

. Jika seorang yang tidak mengetahui masuknya bulan Ramadhan kecuali pada siang hari, baik sebelum zhuhur maupun setelah dzhuhur, dalam kondisi dia sudah makan dan minum, apa yang harus dia lakukan?

Jawab: Terjadi perbedaan pendapat dikalangan para ulama dalam masalah ini, namun pendapat yang kuat dan terpilih adalah wajib saat itu pula dia menahan makan dan minum dan berniat puasa saat itu pula. Adapun puasanya tetap sah, tidak ada kewajiban atasnya untuk mengqadha hari tersebut. Ini adalah pendapat Umar bin Abdil Aziz, Ibnu Hazem, Syaikhul Islam dan Ibnul Qayyim.

��Dalil mereka:

{وَلَيْسَ عَلَيْكُمْ جُنَاحٌ فِيمَا أَخْطَأْتُمْ بِهِ وَلَكِنْ مَا تَعَمَّدَتْ قُلُوبُكُمْ وَكَانَ اللَّهُ غَفُورًا رَحِيمًا}

"Dan tidak ada dosa atasmu terhadap apa yang kamu khilaf padanya, tetapi (yang ada dosanya) apa yang disengaja oleh hatimu. Dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang." [QS. Al Ahzab:5]

��Dan juga hadits Ar Rubayyi' binti Mu'awwidz;

عَنِ الرُّبَيِّعِ بِنْتِ مُعَوِّذِ ابْنِ عَفْرَاءَ، قَالَتْ: أَرْسَلَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ غَدَاةَ عَاشُورَاءَ إِلَى قُرَى الْأَنْصَارِ، الَّتِي حَوْلَ الْمَدِينَةِ: «مَنْ كَانَ أَصْبَحَ صَائِمًا، فَلْيُتِمَّ صَوْمَهُ، وَمَنْ كَانَ أَصْبَحَ مُفْطِرًا، فَلْيُتِمَّ بَقِيَّةَ يَوْمِهِ» فَكُنَّا، بَعْدَ ذَلِكَ نَصُومُهُ.

"Dari Ar Rubayyi' binti Mu'awwidz bin 'Afraa --radhiyallahu 'anha-- ia berkata; Suatu pagi di hari 'Asyura`, Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam mengirim petugas ke perkampungan orang Anshar yang berada di sekitar Madinah, untuk menyampaikan pengumuman; "Siapa yang berpuasa sejak pagi hari, hendaklah ia menyempurnakan puasanya, dan siapa yang tidak berpuasa hendaklah ia puasa sejak mendengar pengumuman ini." Semenjak itu, kami berpuasa di hari 'Asyura`. [HR. Al Bukhari - Muslim]

. Jika tidak mengetahui masuknya bulan Ramadhan kecuali setelah matahari terbenam, apakah wajib baginya mengqadha?

Jawab: Mayoritas ulama berpendapat wajib baginya mengqadha, ini adalah pendapat yang mendekati kebenaran. Wallahu 'alam.

. Apakah orang yang pingsan atau tidak sadarkan diri diwajibkan mengqadha hari-hari yang padanya tidak berpuasa?

Jawab: Pendapat yang kuat dan terpilih adalah hukum orang pingsan sama dengan hukum orang gila. Jika dia pingsan selama 3 hari, maka tidak wajib atasnya mengqadha 3 hari tersebut. Demikian pula jika tidak sadarkan diri selama 15 hari, maka tidak dituntut kepadanya untuk mengqadha puasanya, karena orang yang pingsan lebih dekat keadaannya dengan orang gila, bukan dengan orang tidur.

 WALLOHU A'LAM BISH SHOWAAB

✏ Ditulis oleh Abu 'Ubaidah Iqbal bin Damiri Al Jawi, 23 Syakban 1435/21 Juni 2014_di Darul Hadits Al Fiyusy_Harasahallah.

~•~•~•~•~•~•~•~•~•~•~•~
 WA. FORUM KIS

Senin, 23 Juni 2014

MELATIH ANAK PUASA

�� FATAWA RINGKAS
SEPUTAR PUASA��

Bersama: Syaikhuna Abdurahman Al 'Adeni --hafizahullah--

��bagian keenam��

�� MELATIH ANAK-ANAK UNTUK PUASA RAMADHAN 

. Apakah anak-anak yang belum baligh wajib berpuasa?

Jawab: Para ulama berbeda pendapat dalam masalah ini, namun pendapat yang kuat dan terpilih adalah pendapat Jumhur ulama, yaitu anak-anak selama belum baligh maka tidak diwajibkan atas mereka berpuasa.

�� Dalilnya hadits 'Aisyah dan Ali bin Abi Thalib, bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:

«رُفِعَ الْقَلَمُ عَنْ ثَلَاثَةٍ: عَنِ النَّائِمِ حَتَّى يَسْتَيْقِظَ، وَعَنِ الصَّبِيِّ حَتَّى يَحْتَلِمَ، وَعَنِ الْمَجْنُونِ حَتَّى يَعْقِلَ»

"Diangkat pena (pencatat amal dan dosa) dari tiga hal; orang yang tidur hingga terbangun, orang yang masih kecil hingga ia (mengalami ) ihtilam (mimpi basah) dan dari orang yang gila hingga berakal." [HR. Abu Dawud, At Tirmidzi dan yang lainnya, dihasankan oleh Syaikh Al Albani dan Syaikhuna Abdurahman]

 Namun meskipun demikian, jika anak kita sudah memiliki kemampuan untuk berpuasa – walaupun belum baligh – disyariatkan atas para orang tua atau wali untuk melatih anak-anaknya untuk berpuasa sebagai bentuk latihan menjalankan ketaatan kepada Allah Ta'ala.

عَنِ الرُّبَيِّعِ بِنْتِ مُعَوِّذِ ابْنِ عَفْرَاءَ، قَالَتْ: أَرْسَلَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ غَدَاةَ عَاشُورَاءَ إِلَى قُرَى الْأَنْصَارِ، الَّتِي حَوْلَ الْمَدِينَةِ: «مَنْ كَانَ أَصْبَحَ صَائِمًا، فَلْيُتِمَّ صَوْمَهُ، وَمَنْ كَانَ أَصْبَحَ مُفْطِرًا، فَلْيُتِمَّ بَقِيَّةَ يَوْمِهِ» فَكُنَّا، بَعْدَ ذَلِكَ نَصُومُهُ، وَنُصَوِّمُ صِبْيَانَنَا الصِّغَارَ مِنْهُمْ إِنْ شَاءَ اللهُ، وَنَذْهَبُ إِلَى الْمَسْجِدِ، فَنَجْعَلُ لَهُمُ اللُّعْبَةَ مِنَ الْعِهْنِ، فَإِذَا بَكَى أَحَدُهُمْ عَلَى الطَّعَامِ أَعْطَيْنَاهَا إِيَّاهُ عِنْدَ الْإِفْطَارِ "

"Dari Ar Rabayyi' binti Mu'awwidz bin 'Afran --radhiyallahu 'anhu-- ia berkata; Suatu pagi di hari 'Asyura`, Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam mengirim petugas ke perkampungan orang Anshar yang berada di sekitar Madinah, untuk menyampaikan pengumuman; "Siapa yang berpuasa sejak pagi hari, hendaklah ia menyempurnakan puasanya, dan siapa yang tidak berpuasa hendaklah ia puasa sejak mendengar pengumuman ini." Semenjak itu, kami berpuasa di hari 'Asyura`, dan kami suruh pula anak-anak kecil kami, insya Allah. Kami bawa mereka ke Masjid dan kami buatkan mereka main-mainan dari bulu. Apabila ada yang menangis minta makan, kami berikan setelah waktu berbuka tiba. [HR. Al Bukhari - Muslim]

وَقَالَ عُمَرُ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ لِنَشْوَانٍ فِي رَمَضَانَ: «وَيْلَكَ، وَصِبْيَانُنَا صِيَامٌ، فَضَرَبَهُ»

"Berkata 'Umar --radhiyallahu 'anhu-- kepada seorang laki-laki yang mabuk di bulan Ramadhan: "Celaka kamu, (kamu mabuk) padahal anak-anak kita sedang berpuasa." Kemudian 'Umar mencambuknya (sebagai hukuman had untuknya). [HR. Al Bukhari secara Mu'allaq]

Jika anak-anak sudah terbiasa berpuasa, niscaya disaat dia sudah baligh maka akan mudah baginya menjalankan ibadah puasa, berbeda jika sebelumnya tidak pernah dilatih puasa.

��Adapun alamat seorang anak menjadi baligh ada 4 alamat;

��a. Ihtilam, yaitu keluar air mani baik disengaja maupun tidak, seperti mimpi atau yang lainnya.
��b. Berumur 15 tahun, dengan tahun Hijriyah (*).
��c. Tumbuhnya bulu pada kemaluan.
��d. Keluarnya darah haid, alamat ini khusus pada wanita saja.

�� (*) Perbedaan antara tahun Masehi dan Hijriyah dalam setahun adalah 11 hari, ini adalah pendapat yang masyhur. Oleh karena itu, perbedaan antara tahun Masehi dan Hijriyah dalam seratus tahun sekitar 3 tahun.

. Jika anak baligh di siang hari, apakah wajib baginya berpuasa?

Jawab: Anak kecil yang baligh di siang hari maka wajib baginya menahan diri dari makan dan minum, kemudian melanjutkan sisa hari yang ada untuk berpuasa. Demikian pula orang yang gila dan orang yang kafir.

. Apakah wajib baginya mengqadha?

Jawab: Tidak wajib baginya mengqadha.

. Jika anak kita di siang hari tidak kuat dan membatalkan puasanya, setelah itu kita perintahkan untuk melanjutkan kembali puasanya. Apakah hal ini dibenarkan?

Jawab: Jika anak di siang hari sudah batal karena tidak kuat, maka tidak perlu diperintahkan untuk melanjutkan puasanya kembali. Pertama, karena puasa itu tidak boleh ada sesuatu yang membatalkannya. Kedua,  kuatir hal ini menjadi kebiasaan dia, sehingga nanti kalau sudah dewasa bisa jadi dia akan melakukan hal ini pula, karena anak-anak biasanya akan berbuat sesuatu yang sudah menjadi kebiasaan dia.

. Apakah diperbolehkan melatih anak-anak untuk berpuasa setengah hari saja, karena sebagian anak-anak hanya mampu berpuasa sampai zhuhur saja.?

Jawab: Ini bagus, jika mampu yang demikian, karena barangkali tahun depan bisa berpuasa sampai satu hari penuh, walaupun hanya beberapa hari saja.

 WALLOHU A'LAM BISH SHOWAAB

✏ Ditulis oleh Abu 'Ubaidah Iqbal bin Damiri Al Jawi, 23 Syakban 1435/21 Juni 2014_di Darul Hadits Al Fiyusy_Harasahallah.

~•~•~•~•~•~•~•~•~•~•~•~
 WA. FORUM KIS

Sabtu, 21 Juni 2014

NIAT PUASA

�� FATAWA RINGKAS
SEPUTAR PUASA��

Bersama: Syaikhuna Abdurahman Al 'Adeni --hafizahullah--

��bagian kelima��

 PERMASALAHAN SEPUTAR NIAT PUASA��

��. Apakah wajib berniat puasa wajib,  seperti Ramadhan atau nadzar mulai sejak malam harinya sampai batas sebelum fajar terbit (sebelum adzan shubuh) atau boleh bagi kita berniat pada pagi harinya?

Jawab: Masalah niat adalah perkara yang wajib didalam puasa dan barangsiapa yang berpuasa baik itu puasa Ramadhan, nadzar atau puasa yang lainnya, namun puasanya tidak dibangun dengan niat berpuasa maka puasanya tidak sah.

��Dalilnya adalah firman Allah Ta'ala :

{وَمَا أُمِرُوا إِلا لِيَعْبُدُوا اللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ حُنَفَاءَ}

Tidaklah mereka diperintahkan kecuali untuk beribadah kepada Alloh Ta'ala dengan ikhlas dalam menjalankan agama untukNya. [QS. Al Bayyinah: 5]

��Dan hadits Umar --radhiyallahu 'anhu--: Aku mendengar Rasulullah --shallallahu 'alaihi wasallam-- bersabda:

«إِنَّمَا الْأَعْمَالُ بِالنِّيَاتِ»

Sesungguhnya amalan (teranggap) dengan niat. [Muttafaqun 'alahi]

Adapun kapan mulai berniat puasa, maka pendapat yang kuat dan terpilih adalah pendapat yang dipilih oleh Jumhur ulama, yaitu wajib seseorang yang akan berpuasa Ramadhan berniat puasa sejak malam harinya sampai sebelum fajar terbit (sebelum adzan shubuh berkumandang).

��Dalilnya adalah firman Allah ta'ala:

{ثُمَّ أَتِمُّوا الصِّيَامَ إِلَى اللَّيْلِ}

Ini adalah pendapat yang dipilih oleh An Nawawi, Ibnu Qudamah, Syaikhul Islam, Ash Shan'ani dan Asy Syaukani.

. Apakah hal ini wajib pula untuk puasa sunnah?

Jawab: Para ulama berbeda pendapat dalam masalah ini, namun pendapat yang kuat dan terpilih adalah wajib juga bagi siapa saja yang ingin berpuasa sunnah untuk berniat puasa mulai sejak malam harinya sampai sebelum fajar terbit. Ini adalah pendapat yang dipilih oleh Imam Malik, Laits, Ibnu Abi Dzi'ib, ulama Azh Zhahiriyah. Ini adalah pendapat yang ditarjih oleh Al 'Alamah Ash Shan'ani.

��Dalilnya adalah seperti dalil-dalil pada permasalahan diatas.

�� Adapun hadits 'Aisyah, bahwa Nabi --shallallahu 'alaihi wasallam-- bersabda:

«فَإِنِّي إذَنْ صَائِمٌ»

"Kalau begitu, Sesungguhnya aku berpuasa." [HR. Muslim]

Ini hanya sekedar pemberitaan, tidak melazimkan bahwa beliau belum niat puasa sejak malam harinya. Adapun pengklaiman bahwa Nabi --shallallahu 'alaihi wasallam-- mulai niat puasa setelah mengatakan ini, maka butuh dalil untuk menguatkan pengklaimannya.

�� Adapun riwayat dengan kontek beliau niat puasa mulai saat itu juga:

«فَإِنِّي إذَنْ أَصُوْمَ».

"Kalau begitu, sesungguhnya aku akan berpuasa."

Riwayat ini diriwayatkan oleh Al Baihaqi, ini adalah riwayat yang lemah, karena sanadnya dari jalan Sulaiman bin Qarn, ia perawi yang lemah. Dan juga riwayat ini dari jalan Simak, dari 'Ikrimah, sedangkan riwayat dia dari 'Ikrimah muththaribah (goncang).

. Apakah ada lafazh khusus dalam niat berpuasa?

Jawab: Tidak ada hadits satu pun yang shahih yang menunjukan adanya lafazh khusus dalam niat berpuasa. Sekedar betikan hati dia ingin berpuasa maka itu sudah dikatagorikan telah berniat.

. Apakah dalam puasa Ramadhan wajib kita berniat setiap hari atau cukup sekali saja pada awal bulan?

Jawab: Ada dua pendapat dalam masalah ini, namun yang kuat dan terpilih adalah cukup bagi dia berniat sekali saja di awal bulan Ramadhan.

 WALLOHU A'LAM BISH SHOWAAB

✏ Ditulis oleh Abu 'Ubaidah Iqbal bin Damiri Al Jawi, 22 Syakban 1435/20 Juni 2014_di Darul Hadits Al Fiyusy_Harasahallah.

~•~•~•~•~•~•~•~•~•~•~•~
 WA. FORUM KIS

Jumat, 20 Juni 2014

HAL YANG BOLEH KETIKA PUASA

������
MENGINGAT KEMBALI HUKUM-HUKUM PUASA

 Asy-Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab Al-Wushaby hafizhahullah

BAB KE-6
HAL-HAL YANG DIPERBOLEHKAN KETIKA BERPUASA

Hal-hal yang diperbolehkan ketika berpuasa:
1. Mencium (istri atau budak wanita –pent) bagi orang yang mampu menguasai dirinya.
2. Bersenang-senang (dengan istri atau budak wanita –pent) selain berhubungan badan bagi orang yang mampu menguasai dirinya
3. Bangun tidur ketika Shubuh dalam keadaan junub setelah melakukan hubungan badan di malam hari, dan yang lebih utama adalah mandi di malam hari.
4. Mandi.
5. Menggunakan sabun atau sampo.
6. Menggunakan pasta gigi.
7. Berkumur.
8. Memasukkan air ke hidung (ketika wudhu –pent) tanpa berlebihan.
9. Menggunakan minyak wangi.
10. Menggunakan minyak rambut.
11. Menggunakan pacar atau inai.
12. Menyelimutkan kain basah di badan.
13. Menggunakan pembersih telinga.
14. Menelan air liur.
15. Mencicipi makanan jika membutuhkan, namun tidak boleh menelan liur dari mencicipi tersebut.
16. Mencium dalam-dalam bau harum raihan (ada di Yaman, semacam daun kemangi yang harum baunya –pent) yang masih basah.
17. Menyemprotkan penghilang bau mulut (sebagaimana disebutkan dalam Fatawa Ibnu Baz dari kitab Silsilah Kitab Ad-Da’wah, II/164)
18. Menggunakan obat semprot bagi penderita sesak nafas atau asma (inhaler –pent)
19. Mencabut atau menambal gigi geraham.
20. Mengobati luka.
21. Donor darah, jika bisa mengakhirkannya hingga malam hal itu lebih utama (sebagaimana disebutkan dalam kitab Tuhfatul Ikhwan, karya Ibnu Baz).
22. Suntikan selain yang berfungsi menggantikan makanan.
23. Pengobatan dengan system enema, yaitu memasukkan obat cair ke dalam kolon melalui anus, sebagaimana disebutkan dalam kitab Tuhfatul Ikhwan, karya Ibnu Baz).
24. Mencabut bulu ketiak.
25. Mencukur kumis.
26. Mencukur habis rambut kemaluan.
27. Memotong kuku.
28. Menyisir rambut.
29. Mencukur gundul rambut kepala bagi pria.
30. Menggunakan obat untuk mencegah haidh sebelum puasa dengan syarat tidak membahayakan.
31. Meneruskan puasa dari sahur ke sahur, hanya saja yang afdhal adalah meninggalkannya.

�� Sumber artikel:
Mudzakkirah Fii Ahkamis Shiyam

Alih bahasa: Abu Almass
Rabu, 20 Sya’ban 1435 H

Bersambung In Sya Allah

http://forumsalafy.net



HILAL TERLIHAT DI SUATU NEGERI

�� FATAWA RINGKAS
SEPUTAR PUASA��

Bersama: Syaikhuna Abdurahman Al 'Adeni --hafizhahullah--

��bagian keempat��

�� APAKAH JIKA HILAL RAMADHAN TERLIHAT DI SUATU NEGARA WAJIB BAGI NEGARA YANG LAINNYA IKUT BERPUASA

. Apabila disuatu negara telah melihat hilal, apakah wajib bagi negara yang lainnya ikut berpuasa?

Jawab: Jika negara satu dengan yang lainnya saling berdekatan maka satu rukyah, namun jika saling berjauhan maka masing-masing negara memiliki rukyah sendiri-sendiri. Ini adalah pendapat yang dipilih oleh madzhab Syafi'iyah, sebagian madzhab Hanafiyah dan pendapat juga dipilih oleh Imam Ahmad, Ibnul 'Arabi, Syaikhul Islam dan ulama yang lainnya.

��Dalilnya adalah:

��Pertama: Firman Allah ta'ala:

{فَمَنْ شَهِدَ مِنْكُمُ الشَّهْرَ فَلْيَصُمْهُ}

"Barangsiapa yang telah menyaksikan bulan (Ramadhan) maka berpuasalah"
[Al Baqoroh:185]

Allah ta'ala memerintahkan berpuasa ketika telah melihat hilal.

��Kedua: Hadits Kuraib:

عَنْ كُرَيْبٍ، أَنَّ أُمَّ الْفَضْلِ بِنْتَ الْحَارِثِ، بَعَثَتْهُ إِلَى مُعَاوِيَةَ بِالشَّامِ، قَالَ: فَقَدِمْتُ الشَّامَ، فَقَضَيْتُ حَاجَتَهَا، وَاسْتُهِلَّ عَلَيَّ رَمَضَانُ وَأَنَا بِالشَّامِ، فَرَأَيْتُ الْهِلَالَ لَيْلَةَ الْجُمُعَةِ، ثُمَّ قَدِمْتُ الْمَدِينَةَ فِي آخِرِ الشَّهْرِ، فَسَأَلَنِي عَبْدُ اللهِ بْنُ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا، ثُمَّ ذَكَرَ الْهِلَالَ فَقَالَ: مَتَى رَأَيْتُمُ الْهِلَالَ؟ فَقُلْتُ: رَأَيْنَاهُ لَيْلَةَ الْجُمُعَةِ، فَقَالَ: أَنْتَ رَأَيْتَهُ؟ فَقُلْتُ: نَعَمْ، وَرَآهُ النَّاسُ، وَصَامُوا وَصَامَ مُعَاوِيَةُ، فَقَالَ: " لَكِنَّا رَأَيْنَاهُ لَيْلَةَ السَّبْتِ، فَلَا نَزَالُ نَصُومُ حَتَّى نُكْمِلَ ثَلَاثِينَ، أَوْ نَرَاهُ، فَقُلْتُ: أَوَ لَا تَكْتَفِي بِرُؤْيَةِ مُعَاوِيَةَ وَصِيَامِهِ؟ فَقَالَ: لَا، هَكَذَا أَمَرَنَا رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ.

"dari Kuraib bahwasanya; Ummul Fadhl binti Al Harits mengutusnya menghadap Mu'awiyah di Syam. Kuraib berkata; Aku pun datang ke Syam dan menyampaikan keperluannya kepadanya. Ketika itu aku melihat hilal awal Ramadhan pada saat masih berada di Syam, aku melihatnya pada malam Jum'at. Kemudian aku sampai di Madinah pada akhir bulan. Maka Abdullah bin Abbas bertanya kepadaku tentang hilal, ia bertanya, "Kapan kalian melihatnya?" Aku menjawab, "Kami melihatnya pada malam Jum'at." Ia bertanya lagi, "Apakah kamu yang melihatnya?" Aku menjawab, "Ya, orang-orang juga melihatnya sehingga mereka mulai melaksanakan puasa begitu juga Mu'awiyah." Ibnu Abbas berkata, "Akan tetapi kami melihatnya pada malam Sabtu. Dan kami pun sekarang masih berpuasa untuk menggenapkannya menjadi tiga puluh hari atau hingga kami melihat hilal." Aku pun bertanya, "Tidakkah cukup bagimu untuk mengikuti rukyah Mu'awiyah dan puasanya?" Ia menjawab, "Tidak, beginilah Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam memerintahkan kepada kami." [HR. Muslim]

��Ketiga: Karena masing-masing negara berbeda-beda dalam waktu puasa, waktu sahurnya dan berbukanya pada setiap harinya, dan juga berbeda pula dalam waktu shalatnya. Maka demikian juga dalam permasalahan menentukan hilal. Ini adalah pendapat yang mencocoki dalil dan juga secara akal atau kenyataan.

. Apabila suatu negara salah menentukan hilal dan mengetahuinya diakhir Ramadhan, karena hari dalam satu bulan tidak akan kurang dari 29 hari, apakah yang harus mereka lakukan?

Jawab: Ibnu Hajar rahimahullah menukilkan Ijma' bahwa wajib atas seluruh kamu muslimin yang puasanya kurang dari 29 hari karena kesalahan tersebut untuk mengqadhanya. Misalnya Yaman mulai berpuasa pada hari selasa, sedangkan Saudi pada hari senin. Ternyata ketika hilal Syawal muncul menjadikan bulan Ramadhan hanya 29 hari saja, berarti penduduk Yaman hanya berpuasa 28 hari saja. Ini menunjukan mereka salah dalam menentukan awal hari mereka berpuasa. Maka wajib atas pemerintah Yaman mengumumkan kesalahan tersebut dan wajib atas penduduk Yaman untuk mengqadha hari yang mana mereka tidak berpuasa karena kesalahan tersebut.

 WALLOHU A'LAM BISH SHOWAAB

✏ Ditulis oleh Abu 'Ubaidah Iqbal bin Damiri Al Jawi, 22 Syakban 1435/20 Juni 2014_di Darul Hadits Al Fiyusy_Harasahallah.

~•~•~•~•~•~•~•~•~•~•~•~
 WA. FORUM KIS

Kamis, 19 Juni 2014

PENENTUAN AWAL RAMADHAN

�� FATAWA RINGKAS
SEPUTAR PUASA��

Bersama: Syaikhuna Abdurahman Al 'Adeni –hafizhahullah--

��bagian ketiga��

�� CARA PENENTUAN KAPAN DIMULAINYA RAMADHAN

. Jika bulan Syakban telah berlalu 29 hari dan pada sore hari (menjelang matahari terbenam) kaum muslimin saling berusaha untuk melihat hilal, ternyata tidak melihatnya, padahal langit terang dan bersih, tidak mendung dan berawan, tidak ada sesuatu apapun yang akan menghalangi mereka untuk melihat hilal, tetapi ternyata mereka tidak melihat hilal, apa yang harus mereka lakukan?

Jawab: Maka wajib bagi kaum muslimin untuk menyempurnakan bulan syakban menjadi 30 hari. Ini pendapat yang disepakati oleh seluruh ulama (tidak ada perselihan dalam masalah ini).

. Bagaimana jika ternyata langit mendung, berawan atau ada sesuatu yang menghalangi kaum muslimin untuk melihat hilal, apa yang harus mereka lakukan?

Jawab: Dalam masalah ini para ulama berselisih pendapat, namun pendapat yang paling kuat dari sekian pendapat adalah wajib bagi kaum muslimin untuk menyempurnakan bulan Syakban menjadi 30 hari, mereka mulai berpuasa setelah menyempurnakan bulan Syakban menjadi 30 hari. Ini adalah pendapat yang dipilih oleh Jumhur ulama, diantaranya Imam Ahmad, Ibnu 'Aqil, Al Hulwani, Abul Khaththab, Ibnu Razin, Ibnu Mandah, Syaikhul Islam ibnu Taimiyah, Ibnul Qoyyim, Ibnu Abdil Hadi dan Ibnu Muflih.

��Dalil mereka adalah hadits :

عَنْ ابْنِ عُمَرَ عَنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ : «إذَا رَأَيْتُمُوهُ فَصُومُوا ، وَإِذَا رَأَيْتُمُوهُ فَأَفْطِرُوا فَإِنْ غُمَّ عَلَيْكُمْ فَاقْدُرُوا لَهُ»

"Dari Ibnu 'Umar --radhiyallahu 'anhuma--: dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: Jika kalian melihat hilal (Ramadhan) maka berpuasalah dan jika kalian melihat hilal (Syawal) maka berbukalah dan jika ternyata kalian terhalangi sesuatu (untuk melihat hilal) maka sempurnakanlah. [HR. Al Bukhari – Muslim]

�� Jadi makna yang benar dari lafadz:

«فَاقْدُرُوا لَهُ»

Adalah sempurnakanlah,  yaitu sempurnakan bulan Syakban menjadi 30 hari, sebagaimana telah datang tafsirnya pada riwayat hadist berikut ini:

«فَإِنْ أُغْمِيَ عَلَيْكُمْ فَاقْدِرُوا لَهُ ثَلَاثِينَ»

"dan jika ternyata kalian terhalangi sesuatu (untuk melihat hilal) maka sempurnakanlah (Syakban) menjadi 30 hari". [HR. Muslim]

«فَإِنْ غُبِّيَ عَلَيْكُمْ فَأَكْمِلُوا عِدَّةَ شَعْبَانَ ثَلاَثِينَ»

"dan jika ternyata kalian terhalangi sesuatu (untuk melihat hilal) maka sempurnakanlah  bulan Syakban  menjadi 30 hari." [HR. Al Bukhari]

��Dan juga sebagai dalil adalah bulan Syakban masih berlangsung dan tidaklah berganti ke bulan selanjutnya yaitu ke bulan Ramadhan kecuali dengan sesuatu yang meyakinkan.

��Dan juga telah datang hadits tentang larangan untuk berpuasa pada hari yang masih diragukan apakah ini masih bulan Syakban ataukah sudah masuk bulan Ramadhan. Sebagaimana dalam hadits 'Ammar bin Yasir berkata:

«مَنْ صَامَ الْيَوْمَ الَّذِي يُشَكُّ فِيهِ فَقَدْ عَصَى أَبَا الْقَاسِمِ مُحَمَّدًا صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ»

"Barangsiapa berpuasa pada hari yang masih diragukan padanya (*) (pada tanggal 30 Syakban) maka sungguh dia telah bermaksiat kepada Abul Qasim (Rusulloh). [HR. Abu Dawud, An Nasa'i. At Tirmidzy, dan Ibnu Majah].

(*) yaitu diragukan apakah telah masuk bulan Ramadhan sehingga bulan Syakban hanya 29 hari saja.

. Bagaimana kalau kita melihat hilal pada siang hari sebelum matahari tergelincir ke barat (sebelum masuk waktu zhuhur), apakah yang harus kita lakukan?

Jawab: Kalau seandainya kita pada hari ini melihat hilal setetah matahari tergelincir ke barat maka sepakat para ulama bahwa hilal tersebut dianggap untuk besok harinya (bahwa besok baru mulai puasa), namun jika pada hari ini kita melihatnya sebelum matahari tergelincir ke barat maka para ulama berbeda pendapat. Adapun pendapat yang kuat dan terpilih dalam masalah ini adalah wajib bagi kita pada hari ini tetap berbuka (tidak berpuasa) karena hilal tersebut tetap dianggap untuk besok harinya. Ini adalah pendapat yang dipilih oleh Jumhur ulama.

✒ Gambaran permasalahan: Sekarang hari Kamis. Pada hari ini, pada jam 10 pagi kita melihat hilal. Apakah hilal tersebut dianggap sebagai hilal hari rabu sehingga pada hari ini kita harus menahan diri dari makan dan minum,  yaitu berpuasa ataukah hilal tersebut dianggap sebagai hilal untuk hari jumat sehingga kita pada hari ini tetap berbuka dan mulai berpuasa pada hari jumatnya? maka pendapat yang kuat dan terpilih adalah kita pada hari ini tetap berbuka dan mulai berpuasa besok harinya, yaitu hari jumat.

�� Kesimpulan: Bahwa hilal yang dianggap dalam penentuan masuknya bulan adalah setelah matahari terbenam.

�� WALLOHU A'LAM BISSHOWAB

✏ Ditulis oleh Abu 'Ubaidah Iqbal bin Damiri Al Jawi, 20 Syakban 1435/18 Juni 2014_di Darul Hadits Al Fiyusy_Harasahallah.

~•~•~•~•~•~•~•~•~•~•~•~
 WA. FORUM KIS

PENENTUAN HILAL 2

�� FATAWA RINGKAS
SEPUTAR PUASA��

Bersama: Syaikhuna Abdurahman Al 'Adeni –hafizhahullah--

��bagian kedua��

�� PERMASALAHAN SEPUTAR HILAL RAMADHAN 

. Bagaimana hukum orang yang melihat hilal Ramadhan sendirian dan kemudian bersaksi kepada pemerintah bahwa dia telah melihat hilal ramadhan, namun ternyata persaksiannya tidak diterima, apakah wajib bagi dia berpuasa?

Jawab: Didalam masalah ini ada dua pendapat. Namun pendapat yang kuat adalah wajib bagi dia berpuasa meskipun kaum muslimin yang lainnya belum berpuasa. Ini adalah pendapat yang dipilih jumhur ulama. Dalilnya adalah:

��Dalil pertama: Firman Allah Ta'ala;

فَمَنْ شَهِدَ مِنْكُمْ الشَّهْرَ فَلْيَصُمْهُ

"Barangsiapa telah menyaksikan hilal (Ramadhan) maka berpuasalah" [QS. Al Baqoroh: 185]

Dari ayat ini menunjukan bahwa barangsiapa yang telah melihat hilal maka wajib bagi dia berpuasa.

��Dalil kedua: Keumuman hadits Abu Hurairah;

«صُومُوا لِرُؤْيَتِهِ ، وَأَفْطِرُوا لِرُؤْيَتِهِ»

"Berpuasalah jika kalian melihat hilal (Ramdhan) dan berbukalah  jika kalian melihat hilal (Syawal)." [HR. Al Bukhari – Muslim]

��Dalil ketiga:

Dia telah yakin dengan hilal yang dia lihat bahwa Ramadhan telah masuk. Maka wajib bagi dia berpuasa.

�� FAEDAH:

Adapun pendapat yang mengatakan bahwa tidak wajib bagi dia berpuasa, namun wajib bagi dia harus mengikuti mayoritas kaum muslimin maka mereka berdalil dengan hadits Abu Hurairah yang diriwayatkan oleh At Tirmidzy. Namun pendapat tersebut telah dijawab oleh Al Imam Al Khathaaby. Penjelasan lebih lanjut silahkan lihat Nailul Authar – Kitab As Shiyam!

. Bagaimana jika dia melihat hilal Syawal sendirian dan dia yakin sekali kalau apa yang dia lihat itu adalah hilal Syawal, dia berusaha menghubungi kaum muslimin yang lain, ternyata mereka tidak melihatnya. Apakah wajib bagi dia berbuka karena sudah masuk Syawal?

Jawab: Dalam masalah ini ada dua pendapat, namun pendapat yang kuat dari dua pendapat tersebut adalah dia tidak boleh berbuka baik berbuka secara terang-terangan di depan kaum muslimin maupun berbuka secara sembunyi-sembunyi. Ini adalah pendapat yang dipilih oleh Jumhur ulama.

��Dalilnya adalah: Syarat diterimanya persaksian hilal Syawal adalah harus dua orang atau lebih, sedangkan dia hanya melihat sendirian. Maka tidaklah boleh dia berbuka, karena tidak memenuhi syarat secara syariat. Karena syariat mempersyaratkan dalam persaksian hilal syawal adalah harus dua orang. Silahkan lihat kembali pertanyaan kedua pada fatawa ringkas bagian pertama yang telah lalu!

 WALLOHU A'LAM BISSHOWAB

✏ Ditulis oleh Abu 'Ubaidah Iqbal bin Damiri Al Jawi, 20 Syakban 1435/18 Juni 2014_di Darul Hadits Al Fiyusy_Harasahallah.

~•~•~•~•~•~•~•~•~•~•~•~
 WA. FORUM KIS

PENENTUAN HILAL

�� FATWA RINGKAS
SEPUTAR PUASA ��

Bersama: Syaikh Abdurahman Al 'Adeni

��bagian pertama��

PERSAKSIAN DALAM MENENTUKAN HILAL RAMADHAN DAN SYAWAL��

. Apakah  diterima persaksian satu orang dalam menentukan rukyah hilal bulan Ramadhan?

Jawab: Para ulama berbeda pendapat dalam masalah ini. Adapun pendapat yang paling kuat adalah pendapat Jumhur ulama, yaitu diterimanya persaksian satu orang yang telah melihat hilal Ramadhan. Dalilnya adalah hadits Ibnu 'Umar:

عَنْ ابْنِ عُمَرَ قَالَ : «تَرَاءَى النَّاسُ الْهِلَالَ فَأَخْبَرْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنِّي رَأَيْتُهُ فَصَامَ وَأَمَرَ النَّاسَ بِصِيَامِهِ».

"Kaum muslimin saling berusaha melihat hilal. Maka aku kabarkan kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bahwasannya aku melihat hilal. Maka Nabi shalallahu 'alaihi wasallam berpuasa serta memerintahkan kaum muslimin untuk berpuasa." (HR. Abu Dawud dan Ad Daruquthny-sanadnya hasan, dishahihkan Syaikh Al Albani dan Muqbil) 

Tidaklah dipersyaratkan dalam persaksian melihat hilal Ramadhan harus laki-laki merdeka. Diterima pula persaksian dari satu orang perempuan dan juga seorang budak.

Yang dipersyaratkan adalah dia orang yang adil (jujur dan takwa) dan mukallaf. Mukallaf adalah muslim yang berakal dan sudah baligh, baik laki-laki maupun perempuan. Sehingga apabila datang anak kecil bersaksi: "aku telah melihat hilal" maka persaksian anak kecil tersebut tidaklah diterima karena belum mukallaf. Persaksian orang gila juga tidaklah diterima karena dia tidak berakal. Kemudian orang asing yang tidak diketahui kejujurannya, apakah dia orang fasik, karena persaksian orang fasik tidaklah diterima, karena syaratnya adalah harus orang yang adil (jujur dan takwa).

. Apakah  diterima persaksian satu orang dalam menentukan rukyah masuknya bulan Syawal?

Jawab: Para ulama juga berbeda pendapat dalam masalah ini. Namun pendapat yang paling kuat adalah dipersyaratkan dalam menentukan hilal 'Idul Fitri (bulan Syawal) adalah harus dua orang yang adil. Ini adalah pendapat yang dipilih kebayakan para ulama. Dengan dalil:

عَنْ أَمِيرِ مَكَّةَ الْحَارِثِ بْنِ حَاطِبٍ قَالَ : وفيه «فَإِنْ لَمْ نَرَهُ وَشَهِدَ شَاهِدَا عَدْلٍ نَسَكْنَا بِشَهَادَتِهِمَا».

"Dari Amir Makkah Al Harits bin Hathib: "Dahulu di zaman Nabi shallallahu 'alaihi wasallam apabila kita tidak melihat hilal dan ada dua orang yang adil bersaksi (telah melihat hilal 'Idul Adha) maka kita sembelih kurban kita dengan persaksian mereka. (HR. Abu Dawud dan Ad Daruquthny-sanadnya hasan, dishahihkan Syaikh Al Albani)
 
عَنْ أَبِي وَائِلٍ قَالَ: كَتَبَ إِلَيْنَا عُمَرُ وَنَحْنٌ بَخَانِقِينَ: "إِذَا رَأَيْتُمُ الْهِلَالَ نَهَارًا فَلَا تُفْطِرُوا حَتَّى يَشْهَدَ رَجُلَانِ أَنَّهُمَا رَأَيَاهُ بِالْأَمْسِ.

"Dari Abu Wa'il: Bahwa Umar_radhiyallohu 'anhu  mengirimkan risalah dan kami berada di daerah Khoniqoin:"Apabila kalian telah melihat hilal di siang hari maka janganlah kalian berbuka (puasa) sampai ada dua orang yang bersaksi bahwasanya mereka telah melihat hilal kemarin". (HR Abdurazaq, Ibnu abi Syaebah, Ad Daruqthny dan Al Baihaqy-sanadnya shohih, dishahihkan Syaikh Abdurahman Al Adeni)

عَنْ أَبِي عُمَيْرِ بْنِ أَنَسٍ عَنْ عُمُومَةٍ لَهُ مِنْ أَصْحَابِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّ رَكْبًا جَاءُوا إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَشْهَدُونَ أَنَّهُمْ رَأَوْا الْهِلَالَ بِالْأَمْسِ فَأَمَرَهُمْ أَنْ يُفْطِرُوا وَإِذَا أَصْبَحُوا أَنْ يَغْدُوا إِلَى مُصَلَّاهُمْ.

"Rombongan shahabat datang berkendaraan kepada Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, mereka bersaksi bahwa mereka telah melihat hilal (Syawal) kemarin. Maka Nabi shallallahu 'alaihi wasallam memerintahkan kaum muslimin untuk berbuka dan jika telah tiba esok pagi hari hendaknya mereka bersegera menuju mushola (lapangan untuk sholat Ied). (HR. Abu Dawud, An Nasai, Ibnu Majah-Sanadnya Shohih, dishahihkan Syaikh Al Albani dan Muqbil)

Dalam hadist-hadist tersebut menunjukan bahwa dipersyaratkanya dua saksi dalam persaksian menentukan hilal Syawal,  tidak cukup dengan satu orang.

 PERINGATAN:

Hilal Syawal dan hilal pada bulan yang lainnya - selain Ramadhan - dipersyaratkan dalam syariat Islam harus disaksikan oleh dua orang atau lebih.

Wallahu a'lam bish shawab.

✏ Ditulis oleh Abu 'Ubaidah Iqbal bin Damiri Al Jawi, 13 Syakban 1435/11 Juni 2014_di Darul Hadits Al Fiyusy_Harasahallah.

~•~•~•~•~•~•~•~•~•~•~•~
 WA. FORUM KIS

MUSTAHABAT PUASA 2

 ��
MENGINGAT KEMBALI HUKUM-HUKUM PUASA

 Asy-Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab Al-Wushaby hafizhahullah

BAB KE-5
HAL-HAL YANG DIANJURKAN BAGI ORANG-ORANG YANG BERPUASA DAN SELAIN MEREKA

Hal-hal yang dianjurkan bagi orang-orang yang berpuasa dan selain mereka:

1. Berusaha melihat hilal.
2. Berdoa ketika melihat hilal.
3. Memperbanyak doa.
4. Mendoakan kebaikan bagi kaum Muslimin.
5. Selalu menyebarkan salam.
6. Menyambung silaturahmi walaupun dengan telpon.
7. Memperbanyak berbuat baik kepada orang-orang yang memiliki hubungan darah.
8. Memperbanyak sedekah.
9. Tersenyum di hadapan saudaramu.
10. Memperbanyak berbuat baik kepada tetangga.
11. Memperbanyak berbuat baik kepada orang-orang yang lemah, orang-orang miskin, dan anak-anak yatim.
12. Selalu mengucapkan perkataan yang baik.
13. Memperbanyak dzikir.
14. Memperbanyak taubat dan istighfar sebanyak ratusan kali.
15. Memperbanyak mengucapkan “laa ilaha illallah.”
16. Memperbanyak mengucapkan “laa haula wa laa quwwata illa billah.”
17. Memperbanyak mengucapkan “subhanahullah wabihamdihi, subahanallahul azhim.”
18. Memperbanyak mengucapkan shalawat bagi Rasulullah shallallahu alaihi was sallam.
19. Memperbanyak menuntut ilmu.
20. Memperbanyak usaha mendakwahkan agama Allah.
21. Mengharapkan pahala ketika memberi nafkah keluarga.
22. Menjaga wudhu.
23. Bersiwak.
24. Menjaga agar bau badan tetap harum.
25. Mengerjakan shalat dua rakaat sebelum maghrib.
26. Menjaga shalat-shalat sunnah rawatib.
27. Semangat untuk mengerjakan shalat-shalat sunnah rawatib di rumah.
28. Memperbanyak shalat sunnah.
29. Bersegera mendatangi shalat.
30. Selalu berusaha agar mendapatkan shaff pertama.
31. Menunggu shalat setelah selesai shalat.
32. Berusaha memanfaatkan waktu dikabulkannya doa pada hari Jum’at.
33. Berusaha memanfaatkan waktu dikabulkannya doa pada malam hari.
34. Semangat untuk tinggal di masjid hingga terbitnya matahari.
35. Duduk bersama orang-orang yang suka berdzikir di pagi dan petang hari.
36. Menjaga dzikir pagi dan petang.
37. Menghadiri taman-taman syurga (mejelis ilmu dan dzikir –pent).
38. Mempelajari Al-Qur'an Al-Karim.
39. Memperbagus suara ketika membaca Al-Qur'an.
40. Melakukan sujud tilawah ketika membaca ayat yang dianjurkan untuk melakukan sujud padanya.
41. Memperbanyak membaca Al-Qur'an.
42. Semangat untuk mengkhatamkan Al-Qur'an.
43. Berdoa ketika mengkhatamkan Al-Qur'an.
44. Menjenguk orang sakit.
45. Ziyarah kubur.
46. Mengingat kematian, akherat, syurga, dan neraka.
47. Merenungkan ayat-ayat Allah dan makhluk ciptaan-Nya.
48. Bersikap zuhud di dunia.
49. Bersikap zuhud terhadap apa-apa yang di tangan manusia.
50. Mengumpulkan empat hal berikut: dari Abu Hurairah radhiyallahu anhu bahwasanya Rasulullah shallallahu alaihi was sallam bersabda:

مَنْ أَصْبَحَ مِنْكُمُ الْيَوْمَ صَائِمًا؟

“Siapa diantara kalian yang hari ini berpuasa?”
Abu Bakr menjawab: “Saya.”
Beliau bertanya lagi:

فَمَنْ تَبِعَ مِنْكُمُ الْيَوْمَ جَنَازَةً؟

“Siapa diantara kalian yang hari ini mengikuti jenazah?”
Abu Bakr menjawab: “Saya.”
Beliau bertanya lagi:

فَمَنْ أَطْعَمَ مِنْكُمُ الْيَوْمَ مِسْكِيْنًا؟

“Siapa diantara kalian yang hari ini memberi makan orang miskin?”
Abu Bakr menjawab: “Saya.”
Beliau bertanya lagi:

فَمَنْ عَادَ مِنْكُمُ الْيَوْمَ مَرِيْضًا؟

“Siapa diantara kalian yang hari menjenguk orang sakit?”
Abu Bakr menjawab: “Saya.”
Maka beliau berkata:

مَا اجْتَمَعْنَ فِيْ امْرِئٍ إِلَّا دَخَلَ الْجَنَّةَ.

“Tidaklah perkara-perkara tersebut terkumpul pada seseorang kecuali dia pasti masuk syurga.”(HR. Muslim no. 1028)

�� Sumber artikel:
Mudzakkirah Fii Ahkamis Shiyam

Alih bahasa: Abu Almass
Rabu, 20 Sya’ban 1435 H

 Bersambung In Sya Allah

http://forumsalafy.net



MUSTAHABAT PUASA

����
MENGINGAT KEMBALI HUKUM-HUKUM PUASA

Asy-Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab Al-Wushaby hafizhahullah

BAB KE-4
HAL-HAL YANG DIANJURKAN KETIKA BERPUASA

Hal-hal yang dianjurkan ketika berpuasa Ramadhan:
1. Makan sahur.
2. Makan sahur dengan kurma kering.
3. Mengakhirkan sahur.
4. Sedikit makan ketika sahur dan berbuka.
5. Menyegerakan berbuka jika dipastikan matahari telah terbenam.
6. Berbuka dengan kurma basah.
7. Jika tidak ada kurma basah maka dengan kurma kering.
8. Minum beberapa teguk air.
9. Jika tidak mendapati air maka dengan sesuatu yang halal dan baik yang mudah didapatkan.
10. Ketika berbuka mengucapkan:

ذَهَبَ الظَّمَأُ وَابْتَلَّتِ الْعُرُوْقُ، وَثَبَتَ الْأَجْرُ إِنْ شَاءَ اللهُ.

“Dahaga telah hilang, kerongkongan telah basah, dan pahala telah diraih insyaAllah.”
(Lihat: Shahih Abu Dawud no. 2041 –pent)
11. Mendoakan kebaikan bagi orang yang memberi jamuan berbuka kepada Anda.
12. Memperbanyak memberi jamuan berbuka bagi orang-orang yang berpuasa setelah matahari terbenam.
13. Semangat untuk memulai shalat berbarengan dengan imam dan selesai bersamaan pula (mendapatkan takbiratul ihram –pent).
14. Menjaga qunut witir.
15. Semangat dan bersungguh-sungguh melakukan kebaikan di bulan Ramadhan lebih dibandingkan pada bulan-bulan yang lain. Ibnu Abbas radhiyallahu anhuma menceritakan:

كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَجْوَدَ النَّاسِ بِالخَيْرِ، وَكَانَ أَجْوَدُ مَا يَكُوْنُ فِيْ رَمَضَانَ حِيْنَ يَلْقَاهُ جِبْرِيْلُ، وَكَانَ جِبْرِيْلُ عَلَيْهِ السَّلاَمُ يَلْقَاهُ كُلَّ لَيْلَةٍ فِيْ رَمَضَانَ حَتَّى يَنْسَلِخَ، يَعْرِضُ عَلَيْهِ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ القُرْآنَ، فَإِذَا لَقِيَهُ جِبْرِيْلُ عَلَيْهِ السَّلاَمُ كَانَ أَجْوَدَ بِالخَيْرِ مِنَ الرِّيْحِ المُرْسَلَةِ.

“Nabi shallallahu alaihi was sallam adalah manusia yang paling dermawan dalam kebaikan. Beliau lebih dermawan lagi pada bulan Ramadhan ketika Jibril datang menemui beliau. Jibril alaihis salam menjumpai beliau setiap malam di bulan Ramadhan sampai Ramadhan habis. Nabi shallallahu alaihi was sallam menyetor hafalan Al-Qur'an kepada Jibril. Jadi jika Jibril alaihis salam menemui beliau, maka beliau lebih dermawan dalam kebaikan dibandingkan angin yang bertiup.”
(HR. Al-Bukhary no. 6 dan 1803 dan Muslim no. 2308)
16. Semangat dan bersungguh-sungguh beribadah di sepuluh hari terakhir melebihi di hari-hari yang lain. Aisyah radhiyallahu anha menceritakan:

كَانَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَجْتَهِدُ فِيْ الْعَشْرِ الْأَوَاخِرِ مَا لَا يَجْتَهِدُ فِيْ غَيْرِهَا.

“Dahulu kebiasaan Rasulullah shallallahu alaihi was sallam adalah bersungguh-sungguh dalam beribadah di sepuluh hari terakhir di bulan Ramadhan lebih dibandingkan pada hari-hari yang lainnya.”
(HR. Muslim no. 1175)
17. Semangat menghidupkan sepuluh malam terakhir di bulan Ramadhan. Aisyah radhiyallahu anha menceritakan:

كَانَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا دَخَلَ الْعَشْرُ، أَحْيَا اللَّيْلَ وَأَيْقَظَ أَهْلَهُ وَجَدَّ وَشَدَّ الْمِئْزَرَ.

“Dahulu kebiasaan Rasulullah shallallahu alaihi was sallam jika telah datang sepuluh hari terakhir di bulan Ramadhan, beliau menghidupkan malam, membangunkan para istrinya (agar shalat malam –pent), bersungguh-sungguh dalam beribadah lebih dibandingkan pada hari-hari yang lainnya, dan mengencangkan sarungnya (menjauhi istri –pent).”
(HR. Al-Bukhary no. 1920 dan Muslim no. 1174, dan ini adalah lafazh Muslim)
18. Memperbanyak doa dengan mengucapkan:

اللَّهُمَّ إِنَّكَ عُفُوٌّ تُحِبُّ الْعَفْوَ فَاعْفُ عَنِّيْ.

“Ya Allah, sesungguhnya Engkau pemaaf dan suka memaafkan, maka ampunilah aku.”
(Lihat: Silsilah Ash-Shahihah no. 3337 –pent)
19. Memperbanyak istighfar di waktu sahur.
20. Jika ada orang yang mencela, hendaknya dia mengatakan: “Saya sedang berpuasa.”
21. Melatih anak-anak untuk berpuasa sejak usia 7 tahun.
22. Melaksanakan ibadah umroh di bulan Ramadhan.

�� Sumber artikel:
Mudzakkirah Fii Ahkamis Shiyam

Alih bahasa: Abu Almass
Rabu, 20 Sya’ban 1435 H

 Bersambung In Sya Allah

Http://forumsalafy.net



WAJIB-WAJIB PUASA

���� MENGINGAT KEMBALI HUKUM-HUKUM PUASA

 Asy-Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab Al-Wushaby hafizhahullah

BAB KE-3
KEWAJIBAN-KEWAJIBAN PUASA

Kewajiban-kewajiban puasa Ramadhan:
1. Wajib berhenti atau menahan diri dari hal-hal yang membatalkan puasa jika telah terbit fajar shadiq.
2. Wajib berhenti atau menahan diri dari hal-hal yang membatalkan puasa sampai dipastikan matahari telah terbenam.
3. Wajib terus berniat untuk puasa hingga matahari terbenam.
4. Wajib mengeluarkan semua yang ada di mulut bagi siapa saja yang makan atau minum pada siang hari di bulan Ramadhan karena lupa atau karena sengaja bukan karena ada udzur (alasan yang membolehkan –pent), atau jika orang yang sakit telah sehat di siang hari, atau jika orang yang safar telah pulang, atau wanita yang haidh atau nifas telah suci, atau orang kafir masuk Islam, atau anak laki-laki atau anak perempuan mencapai baligh, atau orang yang gila atau pingsan telah sadar.
5. Wajib bagi orang yang berpuasa untuk menjauhi istrinya atau budak perempuannya, jika dia khawatir akan terjatuh dalam perkara yang haram.
6. Wajib meninggalkan perkataan atau perbuatan yang mengandung dosa, perbuatan orang bodoh, ghibah (gossip), namimah (mengadu domba), dan semua hal-hal yang haram. Hal ini berdasarkan hadits Abu Hurairah bahwa Rasulullah shallallahu alaihi was sallam bersabda:

مَنْ لَمْ يَدَعْ قَوْلَ الزُّوْرِ وَالعَمَلَ بِهِ، فَلَيْسَ لِلَّهِ حَاجَةٌ فِيْ أَنْ يَدَعَ طَعَامَهُ وَشَرَابَهُ.

“Barangsiapa yang tidak meninggalkan perkataan dan perbuatan yang mengandung dosa, maka Allah tidak membutuhkan perbuatannya meninggalkan makanan dan minuman.”
(HR. Al-Bukhary no. 1804)
7. Wajib mencintai puasa Ramadhan, karena puasa termasuk syariat yang Allah turunkan. Allah Ta’ala berfirman:

ذَلِكَ بِأَنَّهُمْ كَرِهُوْا مَا أَنْزَلَ اللهُ فَأَحْبَطَ أَعْمَالَهُمْ.

“Yang demikian itu karena sesungguhnya mereka membenci apa yang Allah turunkan, maka Allah pun menghapus amal-amal mereka.” (QS. Muhammad: 9)

�� Sumber artikel:
Mudzakkirah Fii Ahkamis Shiyam

Alih bahasa: Abu Almass
Selasa, 19 Sya’ban 1435 H

 Bersambung In Sya Allah

Http://forumsalafy.net

