MENUKIL PERKATAAN ULAMA DALAM MENTAHDZIR SESEORANG BUKAN BERARTI MEMPOSISIKAN DIRI SEBAGAI AHLI JARH WA TA’DIL
✒ Asy-Syaikh Ahmad Bazmul hafizhahullah
Permasalahan terakhir yang ingin saya sampaikan adalah perhatian serius terhadap ilmu, belajar, dan merujuk kepada para ulama. Dan seorang penuntut ilmu pemula atau yang tidak punya kapasitas untuk masuk di dalam perkara jarh wa ta’dil maka dia tidak boleh terburu-buru tampil untuk mengurusi masalah jarh wa ta’dil. Dia tidak boleh memvonis seseorang sebagai mubtadi’ atau orang sesat, karena ini adalah perkara yang merupakan hak para ulama dan para penuntut ilmu yang memiliki kemampuan.
Baik, (kalau ada yang bertanya –pent): “Terus saya pribadi bagaimana sikap saya?! Apakah saya boleh diam dan tidak menjarh Al-Ma’riby (Abul Hasan –pent), apakah saya tidak boleh menjarh si fulan?!” Kita katakan: beda masalahnya, jika para ulama telah menjarh seseorang, maka jarhlah dia dengan menukil perkataan para ulama! Misalnya Al-Ma’riby ini dia telah dicela oleh Zaid (bin Muhammad) Al-Madkhaly, Asy-Syaikh (Ahmad) An-Najmy, Asy-Syaikh Rabi’, Asy-Syaikh Abdullah Al-Bukhary, dan Asy-Syaikh Muhammad bin Hady.
Jadi saya sekedar menukilnya. Tetapi jangan sampai engkau berdebat karena engkau hanyalah seorang penuntut ilmu! Cukup jelaskanlah kepada orang perkataan para ulama! Kalau perkataan ulama saja tidak dia terima, terlebih lagi dia tidak akan menerima ucapanmu.
Yang berbahaya di sini adalah jika engkau seorang penuntut ilmu yang tidak memiliki hujjah, sementara lawan bicaramu datang kepadamu dengan membawa dalil-dalil sehingga dia mengkaburkan permasalahannya kepadamu. Maka mana sikap adil, inshaf, takwa, dan rasa takut terhadap Allah?!
Jadi dia akan menggoncang dirimu dan menggoncang kekokohanmu sehingga engkau akan menjadi bingung. Jelas?! Jadi jangan sekali-kali masuk ke dalam perdebatan. Dan posisi ini yaitu peringatan para ulama terhadap para pemuda Salafiyun agar mereka tidak berbicara tentang jarh wa ta’dil, bukan maksudnya para ulama tersebut memperingatkan para pemuda agar jangan menukil perkataan para ulama tentang orang-orang yang dijarh.
Sebagian mereka (hizbiyun atau yang meniru mereka –pent) mengingkari para pemuda Salafiyun yang menukil perkataan Asy-Syaikh Rabi’ atau Asy-Syaikh An-Najmy atau fulan atau fulan tentang Al-Ma’riby, Al-Halaby, dan fulan, fulan. Dia mengatakan: “Para ulama memperingatkan dari tindakan semacam ini.” Tidak, para ulama itu mereka tidak memperingatkan agar jangan menukil kebenaran, dan mereka juga tidak memperingatkan agar jangan mentahdzir kebathilan. Tetapi mereka memperingatkan engkau wahai penuntut ilmu pemula dan siapa saja yang belum memiliki kemampuan yang mapan, agar engkau jangan berbicara tentang jarh wa ta’dil sebelum engkau memiliki keilmuan yang kokoh dan jangan sampai engkau lancang mendahului para ulama. Jelas?! Mengetahui perbedaan dua hal ini merupakan perkara yang penting.
Sumber audio:
www.youtube.com/watch?v=ExH_-kunKz8
✏ Alih bahasa: Abu Almass
Selasa, 24 Ramadhan 1435 H
Sumber: http://forumsalafy.net/?p=4856
Tidak ada komentar:
Posting Komentar